SURABAYA | SURYA - Perayaan Lebaran tahun ini diprediksi berbeda seperti tahun 1998, 1999, 2006, dan 2007. Itu dikarenakan tipisnya perkiraan hilal (penampakan bulan) yang bisa dilihat untuk menentukan 1 Syawal 1432 Hijriah.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jatim, Mohammad Sudjak, mengatakan, posisi hilal saat ini ketika tenggelamnya matahari (ghurubus syamsi) hanya 1,5 sampai 3 derajat. Hilal dalam posisi 1,5 derajat, menurut Sudjak, meski sudah ada wujudnya tapi belum dapat dilihat.
“Karena itu, potensi terjadinya perbedaan penetapan Idul Fitri antara satu dengan yang lain cukup besar,” ujarnya kepada Surya, Jumat (26/8).
Sebelumnya Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim melalui Sekretaris PWM Jatim Nadjib Hamid memastikan 1 Syawal 1432 H bertepatan dengan tanggal 30 Agustus 2011. Keputusan itu berdasar hasil musyawarah ahli hisab Majelis Tarjih PWM Pusat pada 5 Juli 2011. Hasil perhitungan dengan sistem hisab hakiki menunjukkan bahwa ijtimak akhir Ramadan 1432 H akan terjadi pada 29 Agustus 2011 yang bertepatan dengan 29 Ramadan 1432 H antara pukul 10.04.03 WIB sampai pukul 10.05.16 WIB. Pada saat itu, matahari terbenam pada pukul 17.30.53 WIB dengan hilal akan terlihat pada ketinggian 1 derajat 55 menit 11 detik. Dengan tampaknya hilal ini, disimpulkan pada hari Selasa, 30 Agustus 2011 itu sudah merupakan 1 Syawal untuk mengakhiri puasa Ramadan.
Menurut Sudjak, meski ada potensi perbedaan, untuk memastikannya, pemerintah masih menunggu hasil rukyatul hilal yang dilakukan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim di 11 titik dan digelar serentak pada 29 Agustus nanti. Hasil dari rukyatul hilal tersebut nanti dikirim ke Jakarta untuk dijadikan bahan sidang isbat yang dipimpin Menteri Agama.
Jika hasil sidang isbat nanti ternyata pemerintah menetapkan 1 Syawal pada 31 Agustus, Sudjak mengimbau masyarakat untuk mengikuti keputusan pemerintah. “Kenapa harus ikut pemerintah, karena pemerintah-lah yang diberi kewenangan untuk memutuskan,” tegasnya.
Ketua Rukyatul Hilal Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, Sholeh Hayat menyatakan, Lebaran tahun ini memang kemungkinan tidak sama. Menurutnya, NU melakukan dua langkah dalam menentukan Idul Fitri, yaitu metode hisab dan rukyatul hilal. Di kalangan para ahli hisab sendiri, menurut Sholeh, ada perbedaan dalam penentuan Lebaran tahun ini. “Di antaranya ada yang menyatakan Lebaran jatuh pada hari Rabu 31 Agustus. Tapi, kita tetap melakukan rukyatul hilal. di Jawa Timur ada 11 titik tempat rukyat,” katanya.
Dijelaskannya, Badan Hisab dan Rukyat pernah menggelar rapat pada tanggal 12 Juli lalu untuk membahas penentuan Idul Fitri 1432 Hijriah dengan mengkaji 23 kitab klasik dan rujukan modern. Sebanyak 36 kiai dan sejumlah astronom ikut mengkaji. Dari 36 kiai itu, 23 orang menyimpulkan Lebaran jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011, sedangkan 13 kiai menghasilkan kesimpulan Lebaran hari Selasa 30 Agustus 2011.
“Sehingga potensi Lebaran tahun ini berbeda memang besar,” tegas Sholeh Hayat.
Peneliti utama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Prof Dr Thomas Djamaluddin mengatakan, perbedaan Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1432 H di Indonesia sulit dihindari. Ini menyusul ketinggian hilal pada 29 Agustus di seluruh wilayah Indonesia hanya 1-2 derajat.
Dalam kondisi hilal hanya 1-2 derajat maka tidak mungkin bisa diamati dengan mata telanjang. “Kondisi ini berbeda dengan awal Ramadan. Pada akhir bulan Syakban lalu, ketinggian hilal di Indonesia sekitar 7 derajat, cukup tinggi untuk bisa diamati,” kata anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama (Kemenag) RI tersebut.
Dampak posisi hilal yang rendah itu maka, bagi kalangan yang menggunakan kriteria wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk dengan prinsip wilayatul hukmi Indonesia) seperti Muhammadiyah maka dipastikan Idul Fitri jatuh pada tanggal 30 Agustus .
Sedangkan kalangan yang memakai kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat) seperti Nahdlatul Ulama (NU), maka besar kemungkinan berhari raya pada 31 Agustus. Menurut kriteria tersebut, batas ketinggian hilal yang bisa dirukyat (dilihat) mesti berada di atas 2 derajat.
“Karena hilal sangat rendah, maka kemungkinan besar rukyat pada 29 Agustus akan gagal melihat hilal, sehingga Ramadan digenapkan 30 hari dan diperkirakan Idul Fitri jatuh pada 31 Agustus,” jelas Thomas Djamaluddin.
Thomas menekankan kemungkinan potensi pelaksanaan berbeda baik Idul Fitri ataupun Idul Adha tahun ini. Menyikapi hal itu, selama belum ada kesamaan kriteria, maka ia mengajak semua pihak saling menghormati. Tetapi, ke depan, ia menyarankan agar Indonesia memiliki kriteria hilal yang satu. Terdapat tiga syarat utama untuk mewujudkannya. Indonesia sudah memenuhi dua syarat yaitu, batas wilayah dan otoritas tunggal dalam hal ini menteri agama. Tetapi, Indonesia belum memiliki kesamaan kriteria.
NU mendukung upaya penyamaan. Langkah intensif telah dilakukan. Tetapi menurut Ketua Lajnah Falakiyyah Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Ghazalie Masroerie, penyamaan tersebut membutuhkan sikap toleransi dari masing-masing pihak.
“Kami juga meminta semua pihak agar tak mengaitkan perbedaan berpuasa atau berhari raya dengan dua kutub ormas besar, NU, dan Muhammadiyah,” katanya seperti dilansir Kompas.com. Opini seakan mengesankan kedua kubu itu berselisih akibat Ramadan dan Syawal berbeda. Padahal, perbedaan yang terjadi tidak bersifat institusional, melainkan perbedaan pada metode dan kriteria penentuan hilal.
Ghazalie menandaskan, NU saat ini belum menetapkan 1 Syawal 1432 H. Penetapan Idul Fitri dilakukan menunggu hasil rukyat yang digelar oleh NU pada 29 Agustus mendatang. Hasilnya, akan disampaikan dalam sidang isbat oleh pemerintah. NU sendiri akan menetapkan dan mengikhbarkan setelah mengetahui hasil sidang tersebut. Ia menegaskan, NU tak pernah menafikan metode hisab dalam penentuan awal bulan. Justru, metode itu digunakan pada tiap permulaan tahun.
Tak Memaksa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memperkirakan terjadi perbedaan dalam penetapan Idul Fitri tahun ini. Sebab itu masyarakat diminta saling menghargai dan menghormati serta mengedepankan ukhuwah (persaudaraan) apabila terjadi perbedaan.
Demikian tausyiah yang disampaikan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Kantor MUI, Jakarta, Jumat (26/8) siang.
Ma’ruf Amin menjelaskan dalam penetapan Idul Fitri ada dua yang dilakukan umat Islam yakni dengan metode wujudul hilal (bulan wujud) di atas ufuk berapa pun tingginya hilal tersebut. “Wujudul hilal ini yang digunakan Muhammadiyah,” kata Ma’ruf Amin. Dan ada juga umat Islam dalam penetapan Idul Fitri dengan metode rukyatul hilal di mana hilal harus terlihat minimmal 2 derajat. Karena perbedaan itu maka kemungkinan umat Islam ada yang melaksanakan Idul Fitri tanggal 30 Agustus dan ada yang melaksanakan Idul Fitri tanggal 31 Agustus.
MUI menyambut baik penetapan Idul Fitri yang akan dilakukan pemerintah melalui sidang isbat 29 Agustus 2011 yang akan dilakukan Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama bersama MUI dan organisasi Islam lainnya.
Pemerintah akan menggelar sidang isbat penetapan 1 Syawal 1432 H pada Senin (29/8) pukul 19.00 WIB. Menurut Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kementerian Agama, Muhyiddin, jika ada perbedaan diimbau agar semua pihak menyikapinya dengan arif. “Pemerintah tak bisa memaksakan hasil keputusan sidang itu kepada masyarakat,” kata Muhyiddin.
No comments:
Post a Comment