Thursday, January 12, 2012

KEHANCURAN MORIL PASUKAN SALIBIS AS-NATO DI MEDAN PERANG AFGHANISTAN





انهيار معنويات العدو – ماكريستال مثالا-
Hancurnya Moril Musuh (McChrystal sebagai Contoh)

Beberapa tahun belakangan, khususnya setelah serangan selasa yang penuh berkah (Serangan 911), aktivitas badan-badan intelijen Amerika dan Barat meningkat tajam diikuti oleh agen-agennya dari pemerintahan Yaman serta pemerintahan lainnya untuk melawan mujahidin, dibarengi peningkatan dukungan alusista (alat utama sistem senjata) yang berasal dari Amerika dan Barat.

Tetapi para pemerhati jalannya perang Perang Salib terhadap kaum muslimin akan melihat dengan jelas peningkatan kemampuan mujahidin baik di bidang keamanan maupun tempur. Apa sebab yang menyebabkan mujahidin berada diatas angin? Atau dengan kata lain: mengapa mereka (barat dan sekutunya) gagal dan kita sukses?

Sebagai seorang muslim saya percaya pada kekuatan Allah Yang Maha Kuasa dan pertolongan-Nya terlepas dari hebatnya kekuatan musuh. Kita berperang di jalan Allah dan musuh kita berperang di jalan thogut, kita berusaha untuk menegakkan syariat Islam adapun mereka berusaha menegakkan syariat kekufuran, menyebarkan kekejian dan menyeret umat manusia sebagai budak Amerika.

Kemenangan dan pertolongan ini sesungguhnya datang dari Allah dan ia memiliki sebab-sebab yang harus dicapai oleh mujahidin, yang menyebabkan kegagalan musuh baik di bidang keamanan, ekonomi dan militer, meskipun mereka telah mencurahkan semua sumber daya dan pikiran serta keunggulan teknis dan kemampuan militer yang tidak sebanding dengan kemampuan yang dimiliki mujahidin. Sungguh ketidaksetaraan yang tidak pantas untuk dibandingkan dari sisi-sisi ini.

(Kami akan menguraikan sedikit tentang penyebab kegagalan pasukan pemerintah):

Sebab Pertama

Sebab pertama untuk kegagalan ini -yang merupakan ujung tombak dalam peperangan terhadap Islam- adalah tidak adanya moral tempur atau apa yang disebut dalam ilmu militer Doktrin Perang, atau faktor pendorong dari individu dan lembaga pendukung dalam mengorbankan segala yang dimilikinya.

(Perlu diketahui) bahwa sisi moral ini sangatlah penting, bahkan ia merupakan dasar keberhasilan di bidang keamanan, intelijen atau tempur. Tanpa doktrin ini seorang tentara bagai senjata tanpa amunisi alias tidak berguna. Oleh itu kita menemukan teori dari lembaga keamanan dan militer di seluruh dunia sedang mencoba untuk meyakinkan para tentaranya dan mata-matanya bahwa mereka berperang demi melayani negara dan menegakan keadilan.

Oleh karena itu Anda akan mendapati di beberapa Negara yang mengaku Islam mencoba untuk memobilisasi “tentara-tentara” agamawan, yang berarti mengeksploitasi para ulama su’ -beberapa diantara mereka bekerja melayani badan intelijen negara- untuk mencoreng citra mujahidin bahwa mereka adalah Khowarij dan Takfiriyyun (orang-orang yang suka mengkafirkan tanpa sebab -pent) dan berbagai tuduhan lainnya –padahal tuduhan-tuduhan ini ternyata tersemat pada mayoritas anggota aparat ini sendiri–.

Saya mengetahuinya dari beberapa ikhwan yang memiliki pengetahuan tentang kegiatan aparat intelijen di Yaman, bahwa sebagian para pengklaim ilmu (ulama su’) ini telah bekerja untuk intelejen. Dan para “ulama” ini dikirim ke kamp pendidikan intelijen untuk memberikan ceramah agama menghasut mereka untuk memata-matai mujahidin dengan dalih bahwa mereka adalah pengacau dan ..dan.. dll.

Ternyata metode seperti ini tidak diterima lagi di kalangan tentara, terutama setelah jelasnya peran serta AS secara langsung dalam perang terhadap Islam di Yaman dan Jazirah Arab secara umum. Kebanyakan dari tentara itu bekerja sekadar demi mencari uang saja, dan tidak memiliki loyalitas yang baik untuk Presideng Ali Saleh dan para pengikutnya.

Ini adalah contoh dari salah satu badan intelijen yang paling penting di Yaman, yang seharusnya semua perangkat yang berafiliasi di badan ini lebih loyal kepada Ali Saleh dibanding dengan badan-badan lainnya. Lalu bagaimana dengan badan-badan militer lainnya?

Tentara dalam keadaan panik dan takut yang mana keadaan ini belum pernah terjadi sebelumnya di Yaman -terutama aparat di Mabes dan Detasemen Anti Teror-. Penyakit lemah mental telah menyebar di antara para prajurit, sampai-sampai tercatat dalam sebuah kasus kejadian bunuh diri seorang tentara di sebuah kamp militer di Sana’a pasca kesyahidan sang komandan Fawaz ar-Rubayi’ -Semoga Allah menerima arwah beliau-.

Kembali ke doktrin perang yang merupakan hal penting bagi prajurit. Tidak ada tentara, dan tidak pula aparat keamanan dimana pun, kecuali mereka memiliki divisi atau departemen bimbingan rohani -terlepas dari nama resmi dari bagian ini- setiap negara memiliki istilah dari bagian ini, akan tetapi mereka setuju pada pentingnya dan perlunya keberadaan bagian ini.

Inilah Amerika -meskipun jauh dari kepatuhan terhadap agama, adat atau hukum- Anda akan mendapati mereka memobilisasi pasukannya bahwa mereka berada dalam perang suci, dan mereka berjuang atas nama Salib, dan yang sering menjadi penanggung jawab untuk menaikkan moral dalam pasukan ini adalah mereka dari kalangan pendeta -seperti dalam kasus seorang perwira Amerika yang tewas dalam pemboman Konsulat Amerika di Pakistan, dan bertanggung jawab penuh atas intelijen Amerika dan bekerja di sana selaku pendeta-.

Sebagaimana yang diketahui tentang tentara Barat bahwa mereka rata-rata jauh dari agama, oleh itu spesialis psikolog tahu bahwa harus ada motif pendorong bahkan (kalau perlu) motif pendorong itu palsu sekalipun demi menjaga moral tempur prajurit di medan perang agar mereka merasa dalam keadaan terbaik (ketika bertempur). Kalau tidak dengan cara seperti itu, maka kami melihat di berbagai sarana media, mereka melarikan diri dari pelayanan di medan perang, kasus-kasus yang tercatat ketika para tentara itu melarikan diri dari Irak dan Afghanistan. Ini diluar hitungan kejadian bunuh diri dan penyakit mental yang menimpa tentara mereka, dan semua ini tentunya karena tentara mereka tidak datang dengan sebuah ideologi atau motivasi untuk berperang, segala puji dan syukur bagi Allah.

Dan di antara kemunduran mental ini adanya pernyataan terakhir tentang kegagalan pasukan AS dan pengakuan kekalahan sebagai otokritik kepada Presiden Obama dan pejabatnya melalui mulut Stanley McChrystal, panglima pasukan tentara salib di Afghanistan, dan perbedaan pendapat yang jelas yang menyebabkan pemecatannya dari kantor yang ditempatinya, dan penting untuk disebutkan bahwa kemunduran ini menyebabkan keruntuhan drastis sisa-sisa moral para tentara salib, tidak hanya di Afghanistan tetapi di seluruh dunia.

Jika saja salah satu pemimpin mereka yang paling penting, dan merupakan veteran perang, teladan dalam pengalaman idealisme, disiplin dan tempur yang tinggi sebagaimana klaim mereka, melarikan diri dari medan perang, dan keinginannya telah hancur untuk melanjutkan perang, bahkan mengakui kekalahannya -tentu Obama bertanggung jawab atas kegagalan ini-, nah bagaimana dengan anggota pasukan yang sama sekali telah kalah telak?.

Dengan pengamatan mendalam pada peristiwa ini dan hasil analisis realitas; maka tidaklah mengherankan terjadi peristiwa seperti ini, terutama dengan adanya tekanan kuat dari mujahidin di Afghanistan melawan penjajah, dan meningkatnya operasi-operasi yang diberkahi, yang menyebabkan meningkatnya jumlah korban yang tewas dalam tentara salib, di saat yang sama keruntuhan ekonomi yang diderita oleh di sejumlah negara barat pada umumnya dan Amerika pada khususnya.

Tanpa terkecuali kaburnya pasukan amerika secara mendadak tanpa persiapan sebelumnya. Sebagaimana perkataan Syaikh Yusuf al-Uyayri -Semoga Allah menerimanya : “Hancurnya kemauan musuh dan keinginannya untuk berperang merupakan kemenangan nyata, inilah Vietnam kehilangan ratusan ribu anak-anaknya, sementara jumlah korban tewas dari pasukan Amerika kurang dari jumlah sepersepuluh dari warga Vietnam yang mati, walau pun begitu Amerika keluar dengan mengalami kekalahan dari Vietnam, karena Amerika telah hancur moralnya di sana, dan mereka tidak lagi memiliki keinginan untuk melanjutkan pertempuran”.

Menurut para analis dan ahli militer Barat, apa yang dihadapkan Amerika di Vietnam dulu bisa dinilai rekreasi jika dibanding dengan apa yang mereka telah derita di Afghanistan dan Irak (Karena saking sengitnya pertempuran di Iraq dan Afghanistan dibanding Vietnam).

Adapun pada tingkat regional negara-negara di wilayah ini - mereka menekor Amerika-, maka perjalanan akhir mereka pun terkait dengan perjalanan Amerika.

Di sini di Yaman, kami mencatat bahwa program-program media milik pemerintah telah menyiratkan informasi runtuhnya moral pasukan mereka. Media didesak untuk meningkatkan semangat juang tentara, bahkan dibumbui dengan kebohongan -yang disesuaikan dengan kebijakan perang-, dalam keadaan seperti itu tentu sangatlah penting bagi mereka.Berita-berita kemenangan tidak ditemukan kecuali hanya dalam dunia khayalan saja. Mereka membicarakan operasi-operasi proaktif terhadap mujahidin -salah satu operasi terbaru yang menewaskan Jaber Shabwani salah satu Syaikh dari kabilah Ali Shabwan yang terkena tembakan temannya sendiri -penghancuran rumah, pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak, pemboman masjid di Ma’rib, dan menggagalkan serangan pada gedung-gedung pemerintahan dan kantor intelijen di Aden.

Program-program media pemerintah ini juga memberitakan kehebatan insting dan kewaspadaan prajurit atas musuh mereka yaitu kaum muslimin. Contohnya adalah program acara yang mendiskusikan lemahnya serangan Al-Qaeda yang hanya mampu membunuh 24 prajurit saja, yang lainnya selamat karena tingginya kewaspadaan para pasukan.

Pada akhirnya disini saya ingin mengisyaratkan adanya perbedaan yang jauh antara mujahidin dan musuh-musuh mereka dari sisi moral tempur; maka sungguh berbeda antara mereka yang berjuang meraih ambisi harta semata, syahwat dan pola pikir iblis dengan orang-orang yang tinggi semangatnya, tinggi ambisinya serta membatasi tekadnya dengan ayat-ayat al-Qur'an dan Firman-firman Allah yang Maha kuasa. Maka mujahidin memperoleh kekuatan mereka dari Surah Ali ‘Imran, Surah Bara’ah, Surah Al-Anfal, penaklukan dan pertempuran, serta terinspirasi dari biografi sebaik-baik manusia (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam).

Sebab kedua

Adanya ikatan ruh, iman dan fikrah yang sangat kuat antara mujahidin dan para pemimpin mereka. Mereka saling mencintai satu sama lainnya, mengorbankan jiwanya untuk membela saudaranya. Para pemimpin terbangun sifat saling cinta mencitai dan saling berkorban. Kita tidak mendapatkan seorang pemimpin yang memerintah dari istana yang jauh dari medan perang dan jauh dari penderitaan prajuritnya.

Kami belum pernah mendengar Ahmad Ali Shaleh, Umar Muhammad, kementerian dalam negeri atau yang lainnya yang telah mempermudah para tentara dungu dan melemparkannya ke dalam kubangan hitam, terjun langsung memburu Al-Qaeda.

Seperti diketahui, para tentara ini tidak menerima perawatan yang bahkan paling minimal ketika sedang terluka. Bahkan kita mendapatkan keluarga korban tentara yang tewas mengemis di depan pintu Kepala Kementrian Pertahanan dan Panglima Angkatan Bersenjata untuk menuntut gaji pensiunan.

Sedang para pemimpin mujahidin mereka selalu di baris terdepan. Lihatlah Mullah Muhammad Umar, Asy-Syaikh Usamah, Dr. Aiman –semoga Allah menjaga mereka semua dan para prajuritnya-, mereka terjun langsung berperang bersama, dan hidup sebagaimana mujahidin lainnya –bahkan terkadang kondisi mereka lebih berat lagi. Dan berapa banyaknya para pemimpin teras atas mujahidin yang mati syahid seperti komandan Abu Hafs Al-Mishri, panglima Khattab, panglima Syamil Basayev, Syaikh Abu Mus’ab Az-Zarqowi, Syaikh Abu Umar Al-Baghdadi dan Abu Hamzah Al-Muhajir, Syaikh Musthafa Abu Yazid dan lainnya yang telah meninggal di jalan Allah –kita mengira mereka mati sebagai syuhada-.

Mereka adalah para pemimpin kita yang telah mengorbankan harta, waktu, kesungguhan dan ruh mereka fi sabilillah.

Di sisi lain, kami menemukan bahwa musuh saling cakar satu sama lain, mengutuk satu dengan lain, lari dari garis depan. Mereka mencintai dunia, mengutamakan kemaslahatan kehidupan pribadi mereka atas kehidupan pasukannya. Jadi mengapa para prajurit mau dilemparkan ke neraka hanya demi beberapa rupiah yang tidak sebanding dengan gaji para pemimpin mereka.

Jika kita mau memperdalam telaah sebab-sebab kesuksesan mujahidin dan kegagalan musuh tentu artikel ini akan menjadi panjang, namun aku hanya ingin memberikan isyarat ringkas saja.

Dan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

Disarikan dari tulisan:

Ilyas Ash-Shon’ani (Semoga Allah menjaganya)

Majalah Shada Al-Malahim Vol 14

No comments:

Post a Comment